Pages

Jumat, 27 April 2012

KONSEP DASAR EKONOMI MONETER


Ekonomi Moneter merupakan salah satu instrumen penting dalam perekonomian modern, dalam perekonomian modern terdapat dua kebijakan perekonomian yang dijadikan instrumen oleh pemerintah dalam menstabilkan perekonomian suatu negara, yang pertama adalah kebijakan Fiskal, yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam merealisasi tujuan-tujuan ekonomi. Yang kedua adalah kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan tingkat bunga. Pada tulisan ini saya sebagai penulis, akan mencoba menyajikan konsep-konsep dasar ekonomi moneter konvensional dan ekonomi moneter islam.
Ekonomi juga salah satu instrument penting dalam perekonomian modern, dalam perekonomian modern terdapat dua kebijakan yaitu :
a) Kebijakan Fiskal yaitu kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk membelanjakan pendapatan Negara untuk tujuan-tujuan ekonomi.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
b) Kebijakan Moneter yaitu suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian atau langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan tingkat bunga. Kebijakan moneter terbagi dua yaitu :
v  Kebijakan Moneter Ekspansif yaitu suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar disuatu Negara, apabila tidak ada kebijakan ini maka jumlah uang di suatu negara akan menipis sehingga transaksi atau jual beli disuatu negara akan terganggu.
v  Kebijakan Moneter Kontraktif yaitu suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu).
Tujuan Ekonomi Moneter
Adapun tujuan ekonomi moneter adalah untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan :
v  Kesempatan kerja.
Dengan adanya kesempatan kerja atau lowongan pekerjaan maka makin besar dalam meningkatkan produksi, selain dapat meningkatkan produksi maka dapat juga membantu masyarakat yang menjadi pengangguran.
v  Kestabilan harga
Harga yang makin kian tinggi membuat masyarakat menjadi resah, tiap tahunnya harga barang bukannya menjadi turun tetapi semakin naik, untuk mencegah harga yang semakin naik maka pemerintah menstabilkan harga sehingga harga tidak mengalami kenaikkan setiap tahunnya.
v  Neraca pembayaran internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Konsep Ekonomi Moneter Konvensional
Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu negara. Dalam pandangan ekonomi konvensional maka tujuan memegang uang terdiri dari tiga keinginan, yaitu :
a) Tujuan transaksi
Dalam rangka membayar pembelian-pembelian yang akan mereka lakukan
b) Tujuan Berjaga-jaga
Sebagai alat untuk menghadapi kesusahan yang mungkin timbul di masa yang akan datang
c) Tujuan Spekulasi
Dalam masyarakat yang menganunt sistem ekonomi konvensional ini, maka fungsi uang yang tak kalah pentingnya adalah untuk spekulasi, dimana pelaku ekonomi dengan cermat mengamati tingkat bunga yang berlaku saat itu, jika menguntungkan bila dibandingkan investasi, maka masyarakat cendrung mendepositokan saja uang, dengan harapan mendapat imbalan bunga.Selanjutnya  terkait dengan konsep ekonomi Moneter Konvensional maka tidak bisa dipisahkan dengan Kebijakan Moneter.
Kebijakan Moneter adalah Kebijakan pemerintah dalam mengatur penawaran uang dan tingkat bunga yang dilaksanakan oleh Bank sentral. Bentuk Kebijakan Moneter ini terdiri dari Kebijakan Moneter Kuantitatif dan Kebijakan Moneter Kualitatif.
Kebijakan Moneter Kuantitatif
adalah merupakan suatu kebijakan umum yang bertujuan untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian. terdiri dari:
a) Operasi pasar terbuka
Pada masa inflasi maka Bang Sentral akan mengadakan operasi pasar terbuka dengan melempar surat-surat berharga ke Bank umum, sehingga kelebihan uang di Bank Umum tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada masa deflasi
b) Mengubah Tingkat Bunga dan Tingkat
DiscontoTingkat bunga dan tingkat disconto merupakan instrumen pemerintah dalam stabilisasi moneter, ketika inflasi maka pemerintah melalui bank sentral dapat melakukan kebijakan menaikkan suku bungga sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan kestabilan moneter akan tercapai, dan begitu pula sebaliknya pada masa deflasi.
c) Mengubah Tingkat Cadangan Minimum
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengubah cadangan minimun bank-bank umum ketika inflasi maka pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan cadangan minimum yang harus dimiliki oleh bank umum, dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan sebaliknya pada masa deflasi.
Kebijakan Moneter kualitatif
a) Pengawasan pinjaman secara selektif
Melalui kebijakan ini maka pmerintah melalui bank sentral mengendalikan dan mengawasi peminjaman dan investasi-investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum.
b) Pembujukan Moral
Bank sentral melakukan pertemuan dengan bank-bank umum, malalui forum ini maka bank sentral menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sedang dijalankan pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank umum untuk mensukseskan kebijakan tersebut.Pemikiran Ekonomi Moneter IslamiDari terminologi ekonomi konvensional, pembahasan ekonomi Moneter islami ini kelompok
c) mengambil asumsi
bahwa berbicara tentang ekonomi moneter terkait tentang dua hal :
1)     Tentang uang dan aspek yang terpengaruh olehnya dan
2)     Tentang tingkat bunga dan semua aspeknya.
Konsep Ekonomi Moneter Syariah
Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga. Bahkan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter dilaksanakan tanpa mengunakan instrumen bunga sama sekali.
Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam lainnya terbatas.
Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai Jalur Dagang Selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut Jalur Dagang Utara. Sedangkan antara Syam dan Yaman disebut Jalur Dagang Utara-Selatan.
Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab.
Dinar dan Dirham juga dijadikan alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas diterapkan, tidak ada halangan sedikit pun untuk mengimpor dinar dan dirham.
Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes lazim digunakan. Misalnya Umar Ibnu-Khaththab ra. Beliau menggunakan instrumen ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari Mesir ke Madinah.
Instrumen factoring (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an, telah dikenal pula pada masa itu dengan nama al-hiwalah, tapi tentunya bebas dari unsur bunga.
Apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor. Sebalikanya, bila mereka mengimpor barang. Berarti dinar/dirham diekspor. Jadi dapat dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa.
Nilai emas dan perak yang terkandung di dalam dinar dan dirham, sama dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat pendapatan. Tidak ada larangan impor dirham dan dinar berarti penawaran uang elastis.
Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan perak (dalam bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang syah. Nilai tukar emas dan perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar – dirham 1 : 10. Permintaan akan uang dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Modelnya sebagai berikut :Md = Mdtr + Md pr ; apabila Md pr maka Mdtr. Mata uang dimpor, dinar dari romawi, dirham dari parsia dan disesuaikan dengan volume ekspor dan impor. Nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan atau dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya. Penawaran uang terhadap pendapatan sangat elastis. Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung kepada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa. Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jagaKanz (larangan menimbun uang). Deamnd money, elastis, karena tidak adanya hambatan terhadap impor ketika demand meningkat.

Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan


Distribusi Pendapatan
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Selai koefesien gini, pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Perubahan distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota. Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.

STRUKTUR PRODUKSI, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN


1.   DISTRIBUSI PENDAPATAN NASIONAL DAN KEMISKINAN
Pendapatan Nasional
Salah satu indikator perekonomian suatu negara yang sangat penting adalah dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional dapat diartikan sebagai suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksi, pengeluaran, ataupun pendapatan yang dihasilkan dari semua pelaku/sektor ekonomi dari suatu negara dalam kurun waktu tertentu.

Pendapatan nasional sering digunakan sebagai indikator ekonomi dalam hal :
·       Menentukan laju tingkat perkembangan/pertumbuhan perekonomian suatu negara
·       Mengukur keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
·       Membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara dengan negara lainnya


         Konsep Pendapatan Nasional
·      Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
·       Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
·       Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
·       Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
·        Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya.
Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
·       Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan. V Distribusi Pendapatan dan KemiskinanDisparitas Distribusi Pendapatan dan KemiskinanMasalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini.

Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang.

Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru.

Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan.

Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan kmperatif,

Definisi kemiskinan telah banyak dikemukakan oleh pakar dan lembaga yang terkait dengan permasalahan kemiskinan.


Specker (1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup:
·       kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal, 
·       ganguan dan tingginya risiko kesehatan, 
·       risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya, 
·       kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan 
·       kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, ketersisihan dalam proses politik, dan kualitas pendidik yang rendah.



Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial telah mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut:
Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial.

Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya. Maxwell (2007)menggunakan istilah kemiskinan untuk menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan martabat manusia, ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit, kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber kehidupan, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif (relative deprivation). Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif; ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan. Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Masalah kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat.

Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, strategi dan kebijakan yang dirumuskan dalam strategi nasional pengentasan kemiskinan didasarkan atas pendekatan berbasis hak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2005).Menurut Sallatang (1986) bahwa kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial. Sementara itu, Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya. Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.



·    Kemiskinan
Salah satu masalah yang cukup mendesak untuk diatasi oleh suatu negara adalah masalah kemiskinan. Untuk itulah ekonomi Indonesia memiliki TRILOGI pembangunan yang didalamnya ada poin pemerataan. Meskipun sampai dengan saat ini rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan masih cukup besar (± dari 100 orang Indonesia, 11 – 12 orang diantaranya masih miskin), namun untuk mengentaskan mereka terus diupayakan. Beberapa diantaranya adalah dengan program IDT ( Inpres Desa Tertinggal) dan kemitraan pengusaha besar dan pengusaha kecil yang dicanangkan oleh pemerintah.
Berikut ini adalah beberapa kriteria garis kemiskinan di Indonesia yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yakni:
                                                                                                                                                      
PENELITI
KRITERIA
GARIS KEMISKINAN


KOTA
DESA
KOTA + DESA
Esmara 1969/70, 1
Konsumsi beras per kapita/th (kg)


125
Sayogya 1971, 1
Tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang/th (kg)
Miskin
Miskin sekali
Paling miskin



480
360
270



320
240
180

Ginneken 1969, 1
Kebutuhan gizi minimum per orang/hari
Kalori
Protein (gr)



2000
50

Anne Booth 1969/70, 1
Kebutuhan gizi min./orang/hari
Kalori protein
2000

40


Gupta 1973, 1
Kebutuhan gizi min./orang/th (Rp)


24.000
Hasan 1975, 1
Pendapatan min./kapita/th (US $)
125
95

BPS 1984, 2
1.    Konsumsi kalori per kapita/hari
2.    Pengeluaran/kapita/bln (Rp)


13.731


7.746


2.100
Sayogya 1984, 2
Pengeluaran/kapita/bln (Rp)
8.240
6.585

Bank Dunia 1984, 2
Pengeluaran/kapita/bln (Rp)
6719
4479

Grs. Kemisk. Internasional
1.     Interim rpt 1976, 2

2.     Ahluwalia 1975, 3


Pendapatan/kapita/th
Nilai US $ 1970
US $ pantas daya beli
Tingkat pendapatan/kapita/th (US $)





75
200
50
75


Pertumbuhan dan pemerataan dalam konteks pembangunan ekonomi Indonesia selama ini
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan situasi/keadaan yang menunjukkan kondisi-kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Namun dalam perkembangannya suatu pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan belum tentu baik untuk rakyatnya karena adanya masalah pemerataan. Jika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi namun tidak diiringi dengan pemerataan maka suatu negara akan mengalami disparitas/ketimpangan.
Suatu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan didukung suatu pemerataan dilihat dari suatu investasi yang sehat artinya investasi itu tidak dilakukan hanya dengan terpusat saja melainkan merata ke beberapa daerah dalam suatu negara tersebut, jika dilakukan hanya dengan terpusat ke satu daerah saja, bagaimana daerah lain mau berkembang, tentu saja mereka akan mengalami suatu ketimpangan dan ke sananya akan otomatis berdampak kepada pembangunan di daerah mereka masing-masing.