1. DISTRIBUSI PENDAPATAN NASIONAL DAN KEMISKINAN
Pendapatan Nasional
Salah satu indikator perekonomian suatu negara yang sangat
penting adalah dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional dapat diartikan
sebagai suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksi,
pengeluaran, ataupun pendapatan yang dihasilkan dari semua pelaku/sektor
ekonomi dari suatu negara dalam kurun waktu tertentu.
Pendapatan nasional sering digunakan sebagai indikator
ekonomi dalam hal :
· Menentukan laju tingkat
perkembangan/pertumbuhan perekonomian suatu negara
· Mengukur keberhasilan suatu negara
dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
· Membandingkan tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu negara dengan negara lainnya
Konsep Pendapatan Nasional
· Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product)
merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit
produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.
Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang
bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/kotor.
· Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau
PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk
suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak
termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara
tersebut.
· Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP
dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut
replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan
produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga
mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif
kecil.
· Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah
pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh
masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari
NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah
pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan,
pajak hadiah, dll.
· Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah
pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk
pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan
perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer
payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi
tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu,
contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran,
bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya.
Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
· Pendapatan yang siap dibelanjakan
(DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income)
adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi.
Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan
pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak
dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib
pajak, contohnya pajak pendapatan. V Distribusi Pendapatan dan KemiskinanDisparitas
Distribusi Pendapatan dan KemiskinanMasalah besar yang dihadapi negara sedang
berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat
kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan
pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan
kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan
tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan
politik.Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh
negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari
permasalahan ini.
Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang.
Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru.
Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan.
Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan kmperatif,
Definisi kemiskinan telah banyak dikemukakan oleh pakar dan lembaga yang terkait dengan permasalahan kemiskinan.
Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.Berbagai upaya yang telah dan sedang dilakukan oleh dunia internasional, baik berupa bantuan maupun pinjaman pada dasarnya merupakan upaya sistematis untuk memperkecil kesenjangan pendapatan dan tingkat kemiskinan yang terjadi di negara-negara miskin dan sedang berkembang.
Beberapa lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia serta lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya berperan dalam hal ini. Kesalahan pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan bantuan dan/ atau pinjaman tersebut, justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial dan perekonomian negara bersangkutan.Perbedaan pendapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula. Menurut teori neoklasik, perbedaan pendapatan dapat dikurangi melalui proses penyesuaian otomatis, yaitu melalui proses “penetasan” hasil pembangunan ke bawah (trickle down) dan kemudian menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru.
Apabila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan tingkat perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pengalokasiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan.
Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan.Tingginya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara belum tentu mencerminkan meratanya terhadap distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu merata, bahkan kecendrungan yang terjadi justru sebaliknya. Distribusi pendapatan yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya disparitas. Semakin besar perbedaan pembagian “kue” pembangunan, semakin besar pula disparitas distribusi pendapatan yang terjadi. Indonesia yang tergolong dalam negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari permasalahan ini.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan kmperatif,
Definisi kemiskinan telah banyak dikemukakan oleh pakar dan lembaga yang terkait dengan permasalahan kemiskinan.
Specker (1993) mengatakan bahwa kemiskinan
mencakup:
· kekurangan fasilitas fisik bagi
kehidupan yang normal,
· ganguan dan tingginya risiko
kesehatan,
· risiko keamanan dan kerawanan
kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya,
· kekurangan pendapatan yang
mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan
· kekurangan dalam kehidupan sosial
yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, ketersisihan dalam proses
politik, dan kualitas pendidik yang rendah.
Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial telah mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut:
Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya
tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan
berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan;
keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok
lainnya, kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat;
kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang
tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial.
Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya. Maxwell (2007)menggunakan istilah kemiskinan untuk menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan martabat manusia, ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit, kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber kehidupan, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif (relative deprivation). Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif; ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan. Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Masalah kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat.
Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, strategi dan kebijakan yang dirumuskan dalam strategi nasional pengentasan kemiskinan didasarkan atas pendekatan berbasis hak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2005).Menurut Sallatang (1986) bahwa kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial. Sementara itu, Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya. Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.
Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya. Maxwell (2007)menggunakan istilah kemiskinan untuk menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan martabat manusia, ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit, kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber kehidupan, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif (relative deprivation). Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif; ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan. Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Masalah kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat.
Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, strategi dan kebijakan yang dirumuskan dalam strategi nasional pengentasan kemiskinan didasarkan atas pendekatan berbasis hak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2005).Menurut Sallatang (1986) bahwa kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial. Sementara itu, Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya. Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.
·
Kemiskinan
Salah satu masalah yang cukup mendesak untuk diatasi oleh suatu negara adalah masalah kemiskinan. Untuk itulah ekonomi Indonesia memiliki TRILOGI pembangunan yang didalamnya ada poin pemerataan. Meskipun sampai dengan saat ini rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan masih cukup besar (± dari 100 orang Indonesia, 11 – 12 orang diantaranya masih miskin), namun untuk mengentaskan mereka terus diupayakan. Beberapa diantaranya adalah dengan program IDT ( Inpres Desa Tertinggal) dan kemitraan pengusaha besar dan pengusaha kecil yang dicanangkan oleh pemerintah.
Salah satu masalah yang cukup mendesak untuk diatasi oleh suatu negara adalah masalah kemiskinan. Untuk itulah ekonomi Indonesia memiliki TRILOGI pembangunan yang didalamnya ada poin pemerataan. Meskipun sampai dengan saat ini rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan masih cukup besar (± dari 100 orang Indonesia, 11 – 12 orang diantaranya masih miskin), namun untuk mengentaskan mereka terus diupayakan. Beberapa diantaranya adalah dengan program IDT ( Inpres Desa Tertinggal) dan kemitraan pengusaha besar dan pengusaha kecil yang dicanangkan oleh pemerintah.
Berikut ini
adalah beberapa kriteria garis kemiskinan di Indonesia yang dikemukakan oleh
beberapa ahli, yakni:
PENELITI
|
KRITERIA
|
GARIS
KEMISKINAN
|
||
KOTA
|
DESA
|
KOTA +
DESA
|
||
Esmara
1969/70, 1
|
Konsumsi
beras per kapita/th (kg)
|
125
|
||
Sayogya
1971, 1
|
Tingkat
pengeluaran ekuivalen beras per orang/th (kg)
Miskin
Miskin
sekali
Paling
miskin
|
480
360
270
|
320
240
180
|
|
Ginneken
1969, 1
|
Kebutuhan
gizi minimum per orang/hari
Kalori
Protein
(gr)
|
2000
50
|
||
Anne Booth
1969/70, 1
|
Kebutuhan
gizi min./orang/hari
Kalori
protein
|
2000
40
|
||
Gupta
1973, 1
|
Kebutuhan
gizi min./orang/th (Rp)
|
24.000
|
||
Hasan
1975, 1
|
Pendapatan
min./kapita/th (US $)
|
125
|
95
|
|
BPS 1984,
2
|
1. Konsumsi kalori per kapita/hari
2. Pengeluaran/kapita/bln (Rp)
|
13.731
|
7.746
|
2.100
|
Sayogya
1984, 2
|
Pengeluaran/kapita/bln
(Rp)
|
8.240
|
6.585
|
|
Bank Dunia
1984, 2
|
Pengeluaran/kapita/bln
(Rp)
|
6719
|
4479
|
|
Grs.
Kemisk. Internasional
1. Interim rpt 1976, 2
2. Ahluwalia 1975, 3
|
Pendapatan/kapita/th
Nilai US $
1970
US $
pantas daya beli
Tingkat
pendapatan/kapita/th (US $)
|
75
200
50
75
|
Pertumbuhan
dan pemerataan dalam konteks pembangunan ekonomi Indonesia selama ini
Pertumbuhan
ekonomi pada dasarnya merupakan situasi/keadaan yang menunjukkan
kondisi-kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju
keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Namun dalam
perkembangannya suatu pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan belum tentu baik
untuk rakyatnya karena adanya masalah pemerataan. Jika suatu negara mengalami
pertumbuhan ekonomi namun tidak diiringi dengan pemerataan maka suatu negara
akan mengalami disparitas/ketimpangan.
Suatu
negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan didukung suatu pemerataan
dilihat dari suatu investasi yang sehat artinya investasi itu tidak dilakukan
hanya dengan terpusat saja melainkan merata ke beberapa daerah dalam suatu
negara tersebut, jika dilakukan hanya dengan terpusat ke satu daerah saja,
bagaimana daerah lain mau berkembang, tentu saja mereka akan mengalami suatu
ketimpangan dan ke sananya akan otomatis berdampak kepada pembangunan di daerah
mereka masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar